TINJAUAN PROSPEK KOPERASI
ILMU MANAJEMEN BISNIS
I. Pendahuluan
Setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, organisasi koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau sokoguru perekonomian nasional dan gerakan ekonomi rakyat masih terus dipertanyakan. Sebab perkembangannya belum sesuai dengan harapan atau mendekati taraf yang dicapai di negara-negara lain. Fenomena empiris koperasi
Pendapat ini dapat ditelusuri berdasarkan data perkembangan koperasi tahun 2006. Secara kuantitatif, total lembaga koperasi di
Kompleksitas ini menyebabkan pertumbuhan koperasi yang berkualitas sangat terbatas dan cenderung kurang dapat diandalkan untuk mengatasi problem sosial ekonomi dalam masyarakat. Hal tersebut tidak tertutup kemungkinan disebabkan oleh muatan dan beban Peneliti Utama pada Deput Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Prospek, Perspektif, Manajemen Bisnis, Sistem Renumerasi, dan Sistem Karier
2. koperasi yang sarat dengan aspek-aspek non ekonomi, mis-management atau bahkan under managed.
Aktivitas koperasi sebagai badan usaha, tidak terlepas dari berbagai pengaruh, baik dari lingkungan internal (SDM, organisasi dan kelembagaan, manajemen, modal, ragam usaha, keanggotaan, teknologi) maupun lingkungan eksternal (sosial budaya, politik, perekonomian, hukum, informasi, dan perkembangan iptek) di tingkat regional, nasional dan internasional. Pengaruh ini sebenarnya mendorong terciptanya perubahan karena adanya tantangan dan sekaligus peluang bagi pengembangan koperasi. Namun, dapat pula menjadi ancaman akibat tingkat persaingan yang semakin ketat. Konsekwensinya, manakala koperasi tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka perubahan hanya menjadi masalah bagi koperasi. Fakta ini menjadi pertanyaan mendasar yaitu: 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat
3) apakah kondisi masyarakat
secara komprehensif melalui perspektif disiplin ilmu Manajemen Bisnis terhadap prospek
masa depan koperasi
Berdasarkan fenomena masalah di atas dapat dirumuskan dua permasalahan yang spesifiknya yakni :
1. Bagaimana prospek pengembangan koperasi di
manajemen khususnya manajemen bisnis dengan keempat fungsinya dan dikaitkan kepada sistem penggajian (renumerasi), dan sistem karier, termasuk konsep dan analisis positioning koperasi dan non koperasi, efisiensi usaha dan manajerial skill ?
2. Bagaimana rumusan rekomendasi model pemberdayaan koperasi dalam lingkungan
yang dinamis ditinjau dari perspektif manajemen bisnis ?
1.1 Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan yang sedang berlangsung dalam kehidupan gerakan koperasi di
2.2 Fungsi dan Proses Manajemen
Dalam praktek, penerapan fungsi pengendalian dalam manajemen modern dikaitkan dengan orientasi peningkatan kualitas secara menyeluruh. Konsep ini dikenal sebagai Total Quality Management (TQM) dan istilah total mengandung makna every process, every job and every person (Lewis and Smith, 1994). Pengertian TQM dibedakan dalam dua aspek (Goetsch and Davis, 1994). Aspek pertama menguraikan pengertian TQM yaitu pendekatan dalam menjalankan bisnis/usaha yang berupaya memaksimalkan daya saing melalui penyempurnaan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi. Aspek kedua adalah cara mencapainya dan berkaitan dengan 10 karakteristik TQM. Creech (1996) di sisi lain mengemukakan terdapat
2.3 Sistem Penggajian (Renumerasi)
Sistem penggajian (renumerasi) atau sistem kompensasi merupakan hal yang paling mendasar dari manajemen sumberdaya manusia sebab adanya tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk mendapatkan kompensasi. Kompensasi dapat mencakup insentif untuk meningkatkan motivasi karyawan yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas karyawan. Kompensasi didefinisikan sebagai what employees receive in exchange for their work, including pay and benefits. (Werther, 1994). Definisi lain menyebutkan Compensation refers to all forms of financial returns, tangible services, and benefits employees recieve as part of an employment relationship. (Milkovich, 1988)
2.4 Sistem Karier
Dalam manajemen sumberdaya manusia, sistem karier karyawan merupakan bagian dari program pengembangan, penghargaan dan pemeliharaan (maintaining) karyawan. Dalam kondisi kompetisi perusahaan industri terdapat suatu kendala yang dirasakan setiap perusahaan, yaitu keterbatasan tersedianya sumberdaya manusia yang handal agar perusahaan mampu bertahan. Untuk mengatasi masalah tersebut sering perusahaan mengambil jalan pintas dengan membajak atau memberi tawaran karier dan penghargaan yang lebih menarik dibandingkan dengan perusahaan asal.
Khusus mengenai sistem karier, rotasi dan penghargaan diakui oleh para ahli dan kalangan praktisi manajemen bisnis dapat menunjang produktivitas kerja para karyawan, sebab faktor tersebut berpengaruh terhadap motivasi kerja. Kaitan antara sistem karier dan rotasi kerja dengan motivasi kerja diungkapkan oleh R. Wayne Mondy dkk (1999) bahwa transfer karyawan dari satu bidang ke bidang kerja lainnya diantaranya adalah untuk menumbuhkan kepuasan kerja dalam diri karyawan.
Sementara itu kepuasan kerja amat berpengaruh terhadap motivasi kerja para karyawan suatu perusahaan. Hal senada dikemukakan oleh Robert Kreitner dkk (1998) bahwa rotasi kerja adalah bagian dari sistem karier karyawan yang bertujuan untuk menciptakan variasi pekerjaan bagi karyawan, sebab (1) firms often find it necessary to reorganize, (2) to make positions available in the primary promotion channels. Another reason is to satisfy employees personal desires and is an effective dealing with personality clashes.
2.5 Efisiensi Usaha Efisiensi
usaha merupakan ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola sumberdaya perusahaan yang dikenal dengan istilah the six M’s, yaitu Man, Material, Machines, Methods, Money and Market. Efisiensi merupakan ukuran produktivitas dari managerial skill suatu organisasi/ perusahaan. Hanya perusahaan yang efisien yang akan mampu bertahan dalam pasar yang kompetitif. Boediono (1986), mengemukakan bahwa efisiensi manajemen pada koperasi dapat diukur dengan cooperative effect yaitu seberapa banyak anggota koperasi yang bisa diangkat dari bawah garis kemiskinan. Pendapat Boediono lebih menekankan efisiensi koperasi pada efisiensi pengembangan dan efisiensi pemenuhan kebutuhan anggotanya.
2.6 Analisis Positioning
Analisis positioning suatu organisasi atau perusahaan pada hakekatnya adalah bagian dari manajemen pemasaran. Positioning dapat diartikan bagaimana produk suatu perusahaan diposisikan dalam pasar tertentu. Hal ini diamati dari adanya pembelian berulang dari konsumen dan menjadi indikator kepuasan konsumen sehingga perusahaan berhasil menempatkan posisinya di hati para konsumen yang menjamin kelangsungan bisnis perusahaan dalam jangka panjang. Positioning sering dipakai sebagai strategi manajemen perusahaan untuk memposisikan perusahaan dalam pasar. Mekanismenya diawali dengan analisis lingkungan internal perusahaan untuk menentukan faktor-faktor strategis kekuatan dan kelemahan yang ada. Kemudian, dilanjutkan dengan analisis lingkungan eksternal perusahaan (politik, ekonomi, sosial budaya, demografi, teknologi, dan hukum) untuk mengamati peluang dan ancaman yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisasi.
3. Metoda Analisis Data
Metoda yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis data ini diarahkan untuk menarik kesimpulan dan merekomendasikan berbagai hal berkaitan dengan tujuan Kajian Prospek Koperasi Dari Perspektif Disiplin Ilmu Manajemen Bisnis.
4.1. Hasil Kajian
Pemahaman Konsepsi Manajemen
Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar responden terutama yang memiliki latar belakang pendidikan strata satu mampu mendeskripsikan dengan baik rumusan tugas manajerialnya di koperasi. Semakin baik pemahaman konseptual manajemen responden berarti dapat diduga kuat adanya korelasi positif dengan performance (kinerja), suasana kerja di kantor, dan kinerja bisnis koperasi. Kondisi ini ditemukan pada koperasi yang diklasifikasi maju (memiliki kinerja bisnis, finansial dan organisasi yang baik). Studi khusus mengenai pemahaman konseptual manajemen pengurus dan manajer koperasi sejauh ini masih belum ditemukan. Namun, masih cukup relevan pernyataan filsuf Jerman, Emmanuel Kant (dalam Ropke, 1985) bahwa tidak ada praktek yang berhasil baik tanpa memahami konsepsi teori yang baik pula. Penelitian Sugiyanto (2006) tentang Pengaruh Kompetensi dan Komitmen Pengurus dan Manajer Terhadap Kinerja Keuangan, Promosi Ekonomi Anggota dan Struktur Modal Koperasi pada Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit di Jawa Barat, menyimpulkan bahwa secara simultan kompetensi dan komitmen pengurus dan manajer memberikan pengaruh positif baik langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja keuangan, promosi ekonomi anggota, dan struktur keuangan koperasi.
Fungsi dan Proses Manajemen
4.2. Keragaan Fungsi dan Proses Perencanaan
Dimensi Penetapan Tujuan
Dari sembilan koperasi sampel yang diobservasi, hanya satu koperasi (KPSBU Lembang) atau 11,1 persen yang memiliki visi jangka panjang secara tertulis, sementara delapan koperasi lainnya belum memiliki. Visi KPSBU yang patut dicontoh oleh koperasi lainnya adalah ”Menjadi koperasi susu terdepan di
kg kemudian jumlah anggota meningkat menjadi 6.092 orang anggota dengan produksi susu per hari 103.384 kg. Data ini mengindikasikan bahwa KPSBU dibutuhkan oleh anggotanya, minimal untuk pemasaran susu. Dalam perumusan tujuan (target) jangka pendek, pada umumnya koperasi sampel merumuskannya dalam kalimat kualitatif dengan target yang tidak terukur. Berikut ini adalah contoh tujuan koperasi yang dikumpulkan 11 dari Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPBK) yang disampaikan dalam rapat anggota tahunan (RAT). Contoh tujuan tersebut masih sangat bersifat normatif dan tidak terukur. Tujuan ini tidak memberikan arahan sebagai pedoman tindakan, alokasi sumberdaya baik sarana fisik, manusia maupun dana. Beberapa literatur yang ditulis oleh Dulfer (1984), Hanel (1984), dan Gupta (1985) menyatakan bahwa perumusan tujuan koperasi seringkali tidak mudah seperti perusahaan kapitalistik dengan shareholders, karena melibatkan berbagai pihak yang memiliki berbagai kepentingan. Ketidakseimbangan dalam mengakomodasi secara proporsional seringkali menjadi sumber konflik yang membuat organisasi koperasi dalam perjalanannya tidak stabil. Dulfer (1984) dan Gupta (1985) menyatakan bahwa model koperasi tradisional dan koperasi terpadu yang dalam proses perumusan tujuannya selalu berorientasi pada anggota akan lebih mampu bertahan dan berkembang dibandingkan dengan koperasi tipe pedagang yang dalam proses perencanaannya cenderung didominansi oleh kelompok vested interest (Petani kaya, Pengurus dan atau pihak pemodal kuat).
Dimensi Tindakan
Pada koperasi sampel, ditemukan pada umumnya tujuan ditetapkan secara kualitatif. Konsekwensinya, tindakan dan proses untuk mencapai tujuan juga menjadi tidak jelas. Penggunaan asumsi untuk peramalan target yang digunakan masih sangat sederhana dengan mengambil patokan angka-angka capaian tahun sebelumnya. Sedangkan di perusahaan modern non koperasi sudah digunakan model peramalan matematika dan statistika dengan memasukkan berbagai variabel penentu keberhasilan seperti waktu, musim, dan risiko yang dihitung berdasarkan teori kemungkinan (probabilitas). Hal ini dapat dilakukan karena adanya dukungan teknologi dan SDM yang handal.
Dimensi Sumberdaya
Sebagian besar koperasi dalam perencanaannya belum mengalokasikan sumberdayanya secara baik. Perencanaan program masih disusun secara garis besar yang biasanya dibagi menurut bidang seperti bidang organisasi dan manajemen, bidang usaha, bidang permodalan, dan bidang kesejahteraan anggota dan pengelola. Alokasi sumberdaya umumnya hanya tergambarkan dalam RAPBK, tidak menjelaskan jadwal, SDM yang terlibat, sumber dan penggunaan dana secara rinci.
Dimensi Implementasi
Dari sembilan koperasi yang diobservasi, hanya KPSBU Lembang saja yang memiliki dokumen rencana kerja yang dilengkapi dengan Standard Operating Procedur (SOP) dan petunjuk teknis (Juknis) tertulis. Menurut keterangan pengurus dan manajer, KUD ketika menangani usaha program dari pemerintah seperti penyaluran KUT, Pengadaan Pangan, dan penyaluran Pupuk, pernah memiliki Juklak dan Juknis, meski disusunkan oleh pihak pemerintah.
Efisiensi Usaha Koperasi
Gambaran mengenai tingkat rentabilitas ekonomi (RE) di koperasi sample menunjukkan besaran yang bervariasi yaitu antara negatif 0,006 persen (artinya koperasi masih menderita kerugian) sampai 8,8 persen. Oleh karena standar RE untuk koperasi di
Sebelum krisis, Lilis Suryati (1997) meneliti Partisipasi Anggota Dalam Kontribusi Modal dan Pemanfaatan Pelayanan Koperasi Dihubungkan dengan Tingkat Rentabilitas Koperasi di Indramayu, juga mendapatkan RE dari tahun 1992 sampai tahun 1996 berkisar antara 0,09 persen hingga 3,21 persen. Hal serupa ditemukan dalam penelitian Lely Savitri Dewi pada tahun 2001 di
Data juga menunjukkan gambaran yang positif terhadap bisnis keuangan mikro yang digeluti oleh KSP dan koperasi kredit. KSP dan Kopdit terbukti memiliki competitive advantage yang ditunjukkan dengan rata-rata memberikan biaya pinjaman yang lebih murah 4,91 persen dibandingkan para pesaingnya dalam hal ini pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Hal ini bisa jadi karena pembinaan dan pengawasan terhadap KSP dan USP koperasi oleh pemerintah lebih intensif dibandingkan dengan kegiatan bisnis koperasi di luar sektor keuangan. Meskipun begitu, masih banyak ditemukan KSP/USP koperasi yang berusaha mencari celah kelemahan dari peraturan yang ada. Masalah efisiensi koperasi di negara-negara bekembang (termasuk di
1. Dampak koperasi terhadap pembangunan yang kurang atau sangat kurang dari organisasi koperasi, khususnya karena koperasi tidak banyak memberikan sumbangan dalam mengatasi kemiskinan dan dalam mengubah struktur kekuasaan sosial politik setempat bagi kepentingan golongan masyarakat yang miskin.
2. Jasa-jasa pelayanan yang diberikan oleh organisasi koperasi seringkali dinilai tidak efisien dan tidak mengarah kepada kebutuhan anggotanya, bahkan sebaliknya hanya memberikan manfaat bagi para petani besar yang telah maju dan kelompok-kelompok tertentu.
3. Tingkat efisiensi perusahaan-perusahaan koperasi rendah (manajemen tidak mampu, terjadi penyelewengan, korupsi, nepotisme, dll).
4. Tingkat ofisialisasi yang yang sering kali terlampau tinggi pada koperasi (khususnya koperasi pertanian), ditandai dengan dukungan/bantuan dan pengawasan yang terlalu besar, struktur komunikasi dan pengambilan keputusan memperlihatkan sama seperti pada lembaga-lembaga birokrasi pemerintah, ketimbang sebagai suatu organisasi swadaya yang otonom, partisipatif dan berorientasi pada anggota.
5. Terdapat kesalahan dalam memberikan bantuan pembangunan internasional dan khususnya kelemahan-kelemahan pada strategi pembangunan yang diterapkan pemerintah untuk menunjang organisasi koperasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, Hanel merumuskan beberapa rekomendasi tentang upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan koperasi sebagai berikut:
1. Organisasi koperasi harus berusaha secara efisien dan produktif, artinya koperasi harus memberikan manfaat dan menghasilkan potensi peningkatan pelayanan yang cukup bagi anggotanya.
2. Organisasi koperasi harus efisien dan efektif bagi anggotanya, artinya setiap anggota akan menilai manfaat partisipasi dalam usaha bersama lebih efektif untuk mencapai kepentingan dan tujuannya dibandingkan dengan pihak lain.
3. Dalam jangka panjang, anggota koperasi harus dapat menerima saldo positif
antara pemanfaatan (insentif) dari koperasi dan sumbangan (kontribusi) yang diberikan kepada koperasi.
4. Koperasi harus mampu menghindari terjadinya situasi dimana kemanfaatan yang dihasilkan oleh usaha bersama/koperasi menjadi milik umum. Artinya koperasi harus mampu mencegah timbulnya dampak dari penumpang gelap (free riders) yang terjadi karena usaha koperasi mengarah kepada usaha bukan untuk anggota. Yuyun Wirasasmita (1991) berpendapat bahwa kondisi koperasi setelah era 80-an dan 90-an, masih belum banyak mengalami perubahan karena masih dalam kondisi :
1. Fungsi dan tujuan koperasi belum sesuai keinginan anggotanya.
2. Struktur organisasi dan proses pengambilan keputusan sukar dimengerti dan dikontrol dan dipandang terlalu rumit bagi anggota.
3. Tujuan koperasi dari sudut pandang anggota sering dianggap terlalu luas atau terlalu sempit.
4. Karyawan koperasi dan para manajer dalam menjalankan organisasi sangat tanggap terhadap arahan pengurus atau pemerintah tetapi tidak tanggap terhadap arahan anggota.
5. Fasilitas koperasi terbuka juga bagi non anggota sehingga tidak ada perbedaan manfaat yang diperoleh anggota dan non anggota.
V. Kesimpulan Dan Rekomendasi
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian empiris ini dapat disimpulkan bahwa prospek koperasi dilihat dari perspektif ilmu manajemen bisnis sesuai dengan enam pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :
1). Dari sudut pandang disiplin ilmu manajemen bisnis, perubahan lingkungan bisnis global mendorong organisasi koperasi untuk menerapkan disiplin ilmu manajemen modern yang mendorong reformulasi tujuan dan strategi, restrukturisasi, dan realokasi sumberdaya kearah yang lebih inovatif untuk menciptakan keunggulan kompetitif di pasar. Ditinjau dari perspektif tersebut praktek manajemen di koperasi saat ini sudah jauh tertinggal dan menjadi tidak relevan dengan tuntutan jaman.
2). Perkembangan koperasi di
kemampuan menciptakan nilai tambah.
3). Kondisi masyarakat
ketatnya regulasi dan pembinaan pemerintah melalui penilaian kesehatan, dan standarisasi sistim pengelolaan.
4.2. Rekomendasi
1). Pihak manajemen di koperasi dalam hal ini pengurus dan manajer harus segera meninggalkan cara-cara lama (konvensional) dalam pengelolaan koperasi dengan mengadopsi dan mengadaptasi manajemen bisnis modern. Melakukan reformulasi tujuan koperasi sesuai dengan tuntutan kebutuhan anggota yang dinamis dan tuntutan persaingan.
2). Pihak manajemen di koperasi perlu memperbaiki kinerja koperasi dengan mengembalikan peran dan funsi koperasi yaitu kepada yang seharusnya yaitu koperasi yang berlandaskan dasar-dasar self help (menolong diri sendiri), self relience (percaya diri), self responsibility (bertanggung jawab atas dirinya), sehingga dengan demikian kaidah-kaidah koperasi yaitu efisiensi secara keseluruhan dan khususnya dalam pelayanan anggota dapat diciptakan.
3). Kebutuhan akan implementasi manajemen modern di koperasi harus tumbuh dari lingkungan intrnal koperasi, meskipun pada tahap awal pemerintah dapat bertindak sebagai agen perubahan untuk memprakarsai proses perubahan sikap dan prilaku pihak manajemen koperasi melakukan bencmarking manajemen modern dari berbagai sumber.
DAFTAR PUSTAKA
Baswir, Revrisond, (2007). Revitalisasi Koperasi. Makalah disampaikan dalam Diskusi Terbatas
Pemaparan Hasil-Hasil Penelitian Koperasi.
Bernardin, H. John. et. al., (1993). Human Resource Management, An Experiential Approach,
International Edition: Mc Graw-Hill, Inc,
Budiono, (1986). Ekonomi Mikro,
Creech, B., (1996). Lima Pilar TQM, diterjemahkan oleh Sindoro A, Binarupa Aksara.
Dulfer, Eberhard, (1994). Corporate Culture of Cooperatives, Dalam International Handbook of
Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht,
Dulfer, Eberhard (1994). Evaluation of Cooperative Organization, Dalam International
Handbook of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar