Minggu, 21 Desember 2008

Budaya Politik

A. PENDAHULUAN.


Amandemen Undang Undang Dasar 1945 telah meletakkan kedaulatan berada ditangan rakyat yang diwujudkan melalui pengembangan format politik dalam negari dan pengembangan sistem pemerintahan termasuk sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah ke arah yang lebih demokratis.

Sebagai konsekwensinya harus ditindaklanjuti dengan perubahan peraturan perundang undangan dibidang politik dan pemerintahan diantaranya perubahan terhadap UU Nomor 22 tahun 1999 menjadi UU nomor 32 Tahun 32 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah.Dengan ditetapkannya UU Nomor 32 tahun 2004, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai peran yang sangat strategis dalam rangka pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga kedaulatan NKRI. Oleh karena itu diperlukan figur Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mampu mengembangkan inovasi, berwawasan kedepan dan siap melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

B. PENGERTIAN BUDAYA POLITIK

1. Pengertian Umum Budaya Politik

Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O'G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.

Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.

Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut :

a. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.

b. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.

c. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.

d. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status quo atau men­dorong mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).

Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual.

1. Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli

Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik.

a. Rusadi Sumintapura

Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.

b. Sidney Verba

Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.

c. Alan R. Ball

Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.

d. Austin Ranney

Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.

PERMASALAHAN
Diselenggarakannya pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan tradisi “baru” dalam sistem demokrasi kita. Dikatakan baru, karena baru pada bulan juni tahun 2005 kita bangsa Indonesia mulai melakukan sistem rekruitmen pempinan eksekutif daerah (kepala daerah) secara langsung sebagaimana amanat UU Nomor 32 2004 dan PP Nomor 6 tahun 2005. Dari segi pengalaman memilih, rakayat kita sudah pernah mengalami sebelumnya yakni pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung pada tahun 2004. Bahkan jauh sebelum itu tradisi memilih langsung pimpinan di tingkat lokal, seperti pemilihan kepala desa, kelihan, bendesa adat sudah kerap dilakukan.

Sebagai sesuatu yang baru, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah langsung sebagaimana pengalaman yang telah dilakukan oleh daerah-daerah menyisakan permasalahan yang patut untuk dicermati, diantaranya :1. Permasalahan pemahaman payung hukum yang menjadi landasan penyelenggaraan pilkada dan masih adanya pasal-pasal yang bersifat multi tafsir seperti dalam UU Nomor 32 tahun 2004, PP nomor 6 Tahun 2005, Perpu 17 Tahun 2005, Permendagri 12 Tahun 2005, Permendagri nomor 21 Tahun 2005 serta hubungannya dengan peraturan lain yang terkait. Permesalahan ini juga berkaitan dengan pengaturan dan penetapan yang nantinya dilakukan oleh KPUD dalam melaksanakan tahapan Pilkada.2. Permasalahan berkenaan dengan tahapan persiapan dan pelaksanaan tahapan-tahapan pilkada yang dislenenggarakan oleh KPUD, seperti dalam pemutakhiran data pemilih, pendaftaran pasangan calon, tahapan kampanye, masa tenang, pencoblosan, pemungutan dan penghitungan suara maupun pasca pemungutan dan penghitungan suara3. Permasalahan kemampuan (SDM) penyelenggara dan pengetahuan serta kesadaran politik masyarakat dalam berdemokrasi. Serta permaslahan-permasalahan lainnya.

PENYELENGGARAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG

Secara teknis penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Langsung tidak jauh berbeda dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas dan rahasia, jujur dan adil (Pasal 56). Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

(Pasal 59 ayat 1)

Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (limabelas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suaran sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersdangkutan.(ayat 2)

Parpol atau gabungan parpol wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. (ayat 3). Dalam proses penetapan pasangan calon, parpol atau gabungan parpol memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.
Parpol atau gabungan parpol hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh parpol atau gabungan parpol lainnya. Masa pendaftaran paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon.
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan umum Daerah (KPUD) yang bertanggungjawab kepada DPRD. Dengan menyampaikan laporan penyelenggaraan Pilkada.Untuk mengawasi penyelenggaraan pilkada DPRD membantuk Panitia Pengawas yang keanggotaannya terdiri atas unsur-unsur kepolisian, kejaksanaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat. Jumlah anggota masing-masing 5 orang untuk provinsi, 5 orang untuk Kabupaten/Kota, 3 orang untuk kecamatan. Panwas kecamatan diusulkan oleh Panwas Kabupaten /Kota untuk ditetapkan oleh DPRD. Penyelenggaraan PILKADA dilaksanakan melalui masa persiapan dan tahap pelaksanaan. (Ps. 65)Masa Persiapan meliputi :
a.
pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan;
b.
pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah;
c.
perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tatacara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah;

d. pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS;

e. pemberitahuan dan pendaftaran pemantau;

Tahap Pelaksanaan, meliputi :

a. penetapan daftar pemilih;

b. pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah;

c. kampanye;

d. pemungutan suara;

e. penghitungan suara; dan

f. penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan dan pelantikan.

Kampanye PILKADA adalah kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program pasangan calon (Ps. 1 ayat 23). Kampanye diselenggarakan oleh Tim Kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon yang telah didaftarkan ke KPUD bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon. Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang dari Provinsi (untuk PILKADA Provinsi), Kabuapten/Kota, Kecamatan. Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPUD dengan memperhatikan usulan dari pasangan calon. Waktu pelaksanaannya selama 14 haru dan berakhir 3 hari sebelum hari pemungutan suara. Rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri kampanye.Pemungutan suara pasangan calon KADA diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir. Khusus untuk KADA yang masa tugasnya berakhir antara bulan januari samapai dengan mei maka akan ditunjuk Plt. Mengingat UU ini baru diberlakukan 6 bulan setelah diundangkan yakni pada bulan juni 2005. Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, foto dan nama pasangan calon. Dilaksanakan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Jumlah suarat suara dicetak sama dengan jumlah pemilih tetap ditambah 2,5% cadangan.Jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak-banyaknya 600 orang.Pasangan calon KADA yang memperoleh suara lebih dari 50 % jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila ketentuan itu tidak terpenuhi pasangan CAKADA yang memperoleh suara lebih dari 25 % dari jumlah suara sah pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila terdapat lebih dari satu pasangan yang memperoleh suara diatas 25 % dan sama, penetuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. Apabila tidak ada pasangan calon yang 25 % jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan kedua.Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari. Bupati /walikota dan wakil bupati /walikota oleh menteri dalam negeri atasnama presiden selambat-lambatnya 30 hari.Pasangan calon Gubernur dan wakil gubernur terpilih diusulkan oleh DPRD Provinsi, selambat-lambatnya 3 hari kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU Provinsi untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.Pasangan calon Bupati/walikota dan wakil bupati/walikota selambat-lambatnya 3 hari kepada menteri dalam negeri melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU Kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atasnama Presiden. Bupati/Walikota dan wakil Bupati/Walikota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden. Dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD. Tatacara pelantikan dan pengaturan selanjutnya diatur dalam PP.Biaya pemilihan kepala daerah dibebankan kepada APBD. (Ps. 112)Pemantauan PILKADA dapat dilakukan oleh LSM dan badan hukum dalam negari, dengan syarat ; (a) bersifat independen; dan (b) mempunyai sumber dana yang jelas dan harus mendaftarkan dan memperoleh akreditasi dari KPUD.

PILKADA DAN PENGUATAN DEMOKRASI

Demokrasi sebagai salah satu sistem dalam pengelolaan pemerintahan suatu negara saat ini dianggap sebagai model yang paling ideal untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak mengherankan, hampir setiap negara menyebut dirinya sebagai negara demokrasi. Demokrasi yang mengandung arti pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat ini dalam penerapannya akan sangat tergantung pada situasi, kondisi dan budaya politik yang berkembang di tempat masing-masing. Hal ini menyebabkan praktik-praktik demokrasi di satu negara akan berbeda dengan di negara lainnya. Itulah sebabnya di tataran fraksis demokrasi sangatlah banyak variannya, ambilah misalnya apa yang dikatakan oleh David Held yang mengklasifikasikan demokrasi menjadi tiga katagori yakni demokrasi langsung, demokrasi liberal dan demokrasi satu partai. Terlepas dari trikotomi pengklasifikasi demokrasi, yang terpeting nilai substansial yang terkandung dalam makna demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Rakyat sebagai pemilik sah kekuasaan negara diberikan ruang dan waktu seluas-luasnya untuk berpartisipasi aktif dalam setiap proses pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Keterlibatan ini termasuk juga dalam menentukan dan memilih pemimpin yang dikehendaki. Dalam pemilihan pemimpin (Kepala Pemerintahan, apakah Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Walikota) dapat dilakukan melalui perwakilan ataupun juga dilaksanakan secara langsung.Pada masa lalu pemilihan dengan sistem perwakilan dianggap telah menimbulkan bias dan distorsi terhadap aspirasi masyarakat. Banyak pemimpin yang dipilih ternyata tidak aspiratif dan bahkan menjadi ajang konsfirasi kepentingan politik semata. Model ini telah melahirkan pemimpin yang hanya berpihak kepada kepentingan elit dan kekuasaan dan sangat tercerabut dari kepentingan masyarakat akar rumput.Atas distorsi aspirasi tersebut maka dilakukanlah pemilihan langsung dalam suksesi kepemimpinan baik di tingkat nasional ( memilih presiden dan Wakil Presiden secara langsung) mengacu ke UU Nomor 23 Tahun 2003 maupun memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung mengacu kepada UU Nomor 32 tahun 2004.Dalam pemilihan langsung bukan berarti tidak menimbulkan bias dan distorsi demokrasi. Dalam pemilihan langsungpun kerap menimbulkan tindakkan yang justru anti demokrasi. Adanya mobilisasi masa, intimidasi politik, konflik politik, money politik serta rendahnya pengetahuan, kesadaran masyarakat berpolitik merupakan tantangan dalam melaksanakan pemilihan kepala daerah langsung. Untuk itu diperlukan langakh-langkah taktis dan strategis untuk menjadikan pemilihan kepala daerah langsung ini sebagai momentuk strategis bagi pembangunan demokrasi. Hal ini dapat dilakukan melalui proses penguatan kelembagaan politik seperti partai politik. Partai politik sebagai pilar demokrasi merupakan kunci bagi berjalannya proses demokrasi dalam pemilihan kepala daerah langsung. Karena pintu gerbang masukkannya calon dari partai politik. Oleh karena itu Partai Politik diharapkan dapat menjalankan fungsi partai secara baik yakni melaksanakan komunikasi politik dengan konstituennya, melakukan agregasi kepentingan, menjadi aspirasi dan partisipasi politik masyarakat dan yang terpenting melakukan rekruitman politik secara baik dan terbuka. Dalam proses rekruitmen inilah partai diharapkan dapat membuka diri dan memberikan kesempatan kepada putra terbaik di daerah untuk direkrut menjadi calon yang diusung oleh partai yang bersangkutan.Birokrasi pemerintah hendaknya bersifat netral dan professional. Birokrasi pemerintah tidak lagi terlibat dalam politik praktis akan tetapi lebih memposisikan diri sebagai fasilitasi politik dan memediasi berbagai kepentingan untuk dirumuskan kedalam program kebijakan pembangunan. Netralitas dan profesionalitas birokrasi akan sangat membantu proses pembangunan politik dan demokrasi berjalan lebih cepat.Masyarakat sebagai subjek dan objek politik dalam demokrasipun menjadi kunci apakah arah pergerakan politik akan menuju ke demokrasi ataukah anarkhis. Hal ini sangat tergantung dari sikap dan prilaku politik masyarakat. Biasanya dalam masyarakat yang memiliki tingkat kesejahteraan yang memadai, tingkat pendidikan dan tingkat kemandirian, iklim dan budaya demokrasi sangat mudah tumbuh. Oleh karena itu untuk membangun demokrasi pada tataran masyarakat memang sangat diperlukan prasyarat awal yakni ketiga aspek di atas.Kesadaran dan supremasi hukum merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembangunan demokrasi dalam menjaga dan menjamin terjadinya tertib politik. Proses pemilihan Kepala Daerah secara langsung menstinya dapat mengeleminir terjadinya konflik politik di tingkat lokal, tekanan dan ancaman politik serta money politics, mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi dengan memilih pemimpin daerah yang berkarakter, berkualitas, aspiratif dan memiliki visi, misi dan program yang mampu mengantarkan rakyat di daerah kearah yang lebih baik dan sejahtera.Apabila hal ini terwujud maka tujuan dilaksanakannya pimilihan Kepala Daerah secara langsung yakni terpilihnya pemimpin yang memiliki kapasitas, konstituensi dan integritas yang tinggi serta akan dapat tercapai. Ini berarti semangat pembangunan demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat sangatlah relepan dan bahkan signifikan dengan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah secara langsung .Bagi pemimpin yang terpilih akan sangat terikat oleh kontrak politik dari masyarakat pemilih sehingga terjadi chack and balance yang efektif antara pemimpin dan yang dipimpin.

PENUTUP
a. Simpulan

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung terlebih dahulu haruslah diawali dengan pemahaman terhadap aturan dan tatacara Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, sebagaimana telah dituangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 6 Tahun 2005 serta aturan lainnya yang terkait

2. Pemilihan Kepala Daerah langsung merupakan bagian dari proses demokrasi, oleh karena itu keberhasilan pelaksanaannya sangat terganmtung pada partisipasi, pengetahuan, pemahaman dan kesadaran politik seluruh komponen masyarakat yang pada akhirnya berpengaruh secara signifikan bagi pembangunan demokrasi.
3.
Berbagai tantangan yang mesti diantisipasi sehingga proses pemilihan kelala daerah secara langsung tidak menimbulkan bias demokrasi adalah kemungkinan terjadinya konflik politik di daerah dengan menggunkanan tekanan, intimidasi dan kekerasan politik lainnya, terjadinya money politics, dan aspek-aspek lainnya yang bersifat laten dan manifest.
4.
Agar Pemilihan Kepala Daerah langsung dapat berjalan aman, lancar dan demokratis diperlukan prasyarat demokrasi yakni kuatnya lembaga politik dalam melaksanakan peran dan fungsi politiknya, adanya kesadaran dan penegakan hukum, kesejahteraan , kemandirian dan kecerdasan masyarakat dalam berpolitik. Apabil hal ini terwujud niscaya pembangunan demokrasi akan berjalan sinergis dengan pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar